Sabtu, 15 Mei 2010

MASALAH JILBAB

Assalaamua'alaikum,

Semoga Allah SWT meridhai semua aktivitas kita dalam berdakwah. Amin. Semula ini bukan urusan ane, tapi ane melihat sesuatu yang mengarah pada "Penggampangan akan HIJAB (Jilbab)". Ane butuh jawaban apakah ane yang kurang paham atau memang terjadi pergeseran nilai pada pemahaman akhwat tentang HIJAB (Jilbab). Ane sering melihat akhwat memakai jilbab yang besar namun tipis, ada bagian dalamnya jelas kentara ada jilbab mungil didalam sebagai pelapis (atau apalah namanya).
Pertanyaan ana: 1. apakah ada fiqihnya tentang memakai jilbab tipis, karena selama ini ane tdk pernah membaca tentang fiqihnya jilbab yang tipis.
Syukran atas jawabanya, semoga Allah SWT memberikan pilihan yang terbaik untuk berhijab buat saudari-saudariku.

Muh. Arafah Tawil


Jawaban:

Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d,

Memang akan terasa aneh bila selama ini kita melihat wanita tampil dengan jilbab lebar (sekali), lalu tiba-tiba dia tampil dengan jilbab yang mungil. Apalagi dengan jilbab yang besar tapi transparan sehingga kelihatan jilbab mungilnya di dalam.

Tapi kalau kita kembalikan kepada keaslian aturan dalam syariah Islam, sebenarnya masalah pakaian wanita itu sederhana saja. Intinya menutup aurat. Selama pakaian itu bisa menutup auratnya dengan benar, tanpa mencetak lekuk tubuh atau transparan sehingga auratnya tetap terlihat, maka pakaian itu sudah syar'i. Masalah apakah modelnya jilbab, bermotif atau tidak, pakai renda atau tidak, pakai asesoris atau tidak, pada dasarnya bisa dikembalikan kepada kebiasaan atau 'urf yang ada pada masing-masing komunitas.

Karena Rasulullah SAW tidak pernah melarang warna atau corak atau model tertentu sebagaimana beliau juga tidak pernah memerintahkan yang tertentu juga.

Maka selama jeins pakaian itu masih menutup aurat dengan benar, paling tidak minimal sudah memenuhi aturan dasar syar'i. Kalau terasa kurang sreg dalam pandangan subjektif masing-masing, maka sebaiknya para wanita menyesuaikan diri saja dengan apa yang sudah menjadi kebiasaan.

Misalnya, di beberapa negara Arab para wanita memang memakai cadar. Lepas dari khilaf ulama tentang wajib tidaknya cadar, maka tidak pada tempatnya bila di negeri yang para wanitanya terbiasa pakai cadar ada seorang muslimah yang bersikeras untuk tidak pakai cadar. Karena hal itu bisa dianggap yukhaliful 'adah atau berbeda dengan yang terbiasa orang pahami. Meski baginya cadar itu tidak wajib, tetapi membuka wajah di negeri itu bagi muslimah adalah menjatuhkan muruah. Maka sebaiknya dia pakai cadar saja.

Dan kira-kira hal yang sama pun berlaku sebaliknya selama seorang wanita tidak bermazhab bahwa cadar itu wajib.

Dan kira-kira juga, memakai jilbab lebar yang transparan sampai kelihatan jilbab mungilnya itu hampir sama kasusnya. Meski secara syar'i tetap menutup aurat, tapi terasa agak mengganjal di mata, barangkali.

Tetapi ketimbang kita meributkan pakaian yang dikenakan saudari muslimah kita ini, apakah tidak lebih baik kita melihat hal-hal yang tidak menimbulkan fitnah? Yaitu dengan menundukkan pandangan yang maknanya bukan kalau ketemu wajahnya menunduk tapi hatinya berkecamuk. Tetapi bentuknya adalah tidak menjadikan wanita di sekitar kita ini sebagai objek pembahasan dan materi yang mengisi sepenuhnya otak kita sehari-hari. Mungkin ada baiknya otak kita ini kita isi saja dengan ilmu-ilmu keislaman yang lebih urgen dan luas, ketimbang tema tentang wanita.

BAGAIMANA MEMAHAMI BID'AH

Selepas sholat maghrib, seperti biasanya Haji Yunus melakukan dialog dengan para jama'ah. Malam itu kebetulan terang bulan, dan udara pun tidak terlalu dingin. Suasana nyaman itu mendadak menjadi panas akibat pertanyaan seorang jama'ah.

"Pak Haji, ijinkan saya bertanya soal bid'ah." demikian pertanyaan Ace, nama anak muda itu. Jama'ah tersentak kaget. Sudah beberapa tahun ini masalah sensitif tersebut tidak disinggung dalam Masjid Jami' di desa tersebut. Haji Yunus memang ingin menjaga keutuhan dan kekompakan ummat Islam di desa itu.

"Silahkan," jawab Haji Yunus dengan senyum khasnya. "Ada baiknya setelah sekian lama kita menahan diri dan bersikap toleran terhadap sesama, ada baiknya kalau sekarang kita dialogkan dengan toleran dan terbuka pula masalah ini. Biar kita terus dapat memelihara suasana persaudaraan di kampung ini."

Ace kemudian mulai bertanya, "saya sering membaca buku agama yang mewanti-wanti soal bid'ah. Baca Qunut bid'ah, Mauludan itu bid'ah, tahlilan itu bid'ah bahkan berzikir dg tasbih juga bid'ah. Padahal konon setiap bid'ah itu sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka! Mohon pencerahan pak Haji!"

"Anakku," sapa pak Haji dengan penuh kasih sayang. "Sekitar lima belas abad yang lampau, Rasulullah saw bersabda, 'Sebaik-baiknya perkataan/berita adalah Kitabullah dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk dari Muhammad. Sementara itu, sejelek-jelek urusan adalah membuat-buat hal yang baru (muhdastatuha) dan setiap bid'ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka." [Lihat misalnya Shahih Muslim, Hadis Nomor [HN] 1.435; Sunan al-Nasa'i, HN 1560; Sunan Ibn Majah, HN 44 dengan sedikit perbedaan redaksi]

"Berarti benar dong...bid'ah itu sesat!" cetus Mursalin, jama'ah yang semula hanya duduk di pojokan Masjid, kini mulai maju ke depan mendekati sang Ustadz.

"Benar! Namun masalahnya apakah yang disebut bid'ah itu? apakah semua urusan yang belum ada pada jaman Nabi disebut bid'ah? Saya ke kantor pakai Honda, tetangga saya pakai Toyota, lalu Nabi pakai Onta. Apa ini juga bid'ah?" balas Burhanuddin, pegawai jawatan kereta api. Ada nada emosi di suaranya.

"Sabar...sabar..."Haji Yunus berusaha menenangkan jama'ah yang mulai merasakan 'hot'nya suasana. "Kita harus lihat dulu konteks hadis tersebut. Nabi sebenarnya saat itu sedang membuat perbandingan antara hal yang baik dengan hal yang buruk. Hal yang baik adalah berpegang kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi. Sedangkan hal yang buruk adalah melakukan sebuah perbuatan yang tidak ada dasarnya dalam kedua sumber itu."

"Tetapi...pak Ustadz..." Burhanuddin mencoba memotong keterangan ustadz.

"Nah, anda sudah berbuat bid'ah saat ini. Tidak sekalipun Nabi memotong perbincangan sahabatnya atau perkataan orang kafir. Ini adalah contoh paling jelas dan nyata dari perbuatan bid'ah. Dengarkanlah dulu penjelasan saya sampai selesai. Setelah tiba giliran anda silahkan berkomentar." tegur sang ustadz dengan lembut.

"Maaf..ustadz....silahkan diteruskan..." Burhanuddin menyadari kekhilafannya. Kadangkala merasa diri benar telah menimbulkan hawa nafsu dan setan berhasil membangkitkan nafsu tersebut.

"Saya ulangi, perbuatan bid'ah adalah perbuatan yang tidak ada dasarnya dalam kedua sumber utama kita tersebut. Namun ini baru setengah cerita. Bukankah seperti disebut ananda Burhanuddin tadi terdapat banyak urusan kita sehari-hari yang berbeda dengan yang dialami Nabi akibat perbedaan ruang dan waktu serta berkembangnya tekhnologi. Apakah ini juga tergolong bid'ah? Tidakkah menjadi mundur rasanya kalau kita harus memutar jarum sejarah lima belas abad ke belakang untuk mengikuti semua hal yang ada di jaman Nabi termasuk soal keduniawian? Tidak realistis rasanya kalau kita harus naik onta di desa ini hanya karena tidak ingin jatuh pada perbuatan bid'ah. Untuk itu perlu dipahami konteks bid'ah tersebut."

Jama'ah makin mendekat berdesak-desakan menunggu keterangan Haji Yunus selanjutnya.

"Jama'ah sekalian....Syarh Sunan al-Nasa'i li al-Suyuti memberikan keterangan apa yang dimakud dengan "muhdastatuha" dalam hadis yang saya bacakan di atas. Disebut muhdastatuha kalau kita membuat-buat urusan dalam masalah Syari'at atau dasar-dasar agama (ushul). Dalam Syarh Shaih Muslim, Imam Nawawi menjelaskan lebih lanjut bahwa para ulama mengatakan bid'ah itu ada lima macam: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah."

"Yang wajib adalah mengatur argumentasi berhadapan dengan para pelaku bid'ah. Yang mandub (sunnah) adalah menulis buku-buku agama mengenai hal ini dan membangun sekolah-sekolah. Ini tidak ada dasarnya dalam agama namun diwajibkan atau disunnahkan melakukannya. Yang dianggap mubah adalah beraneka ragam makanan sedangkan makruh dan haram sudah nyata dan jelas contohnya. Jadi kata bid'ah dalam hadis di atas dipahami oleh Suyuti dan Nawawi sebagai kata umum yang maksudnya khusus. Kekhususannya terletak pada persoalan pokok-pokok syari'at (ushul) bukan masalah cabang (furu').

"Jika kita menganggap hadis itu tidak berlaku khusus maka semua yang baru (termasuk tekhnis pelaksanaan ibadah) juga akan jatuh pada bid'ah. Kedua kitab Syarh tersebut juga mengutip ucapan Umar bin Khattab soal sholat tarawih di masanya sebagai 'bid'ah yang baik' (ttg ucapan Umar ini lihat Shahih Bukhari, HN 1871). Dengan demikian Umar tidak menganggap perbuatan dia melanggar hadis tersebut, karena sesungguhnya yang di-"modifikasi" oleh Umar bukan ketentuan atau pokok utama sholatnya, melainkan tekhnisnya. Mohon dicatat, penjelasan mengenai hadis ini bukan dari saya tetapi dari dua kitab syarh hadis dan keduanya saling menguatkan satu sama lain"

"Kita juga harus berhati-hati dalam menerima sejumlah hadis masalah bid'ah ini. Sebagai contoh, hadis mengenai bid'ah yang tercantum dalam Sunan al-Tirmizi, HN 2701 salah satu rawinya bernama Kasirin bin Abdullah. Imam Syafi'i menganggap dia sebagai pendusta, Imam Ahmad menganggap ia munkar, dan Yahya menganggapnya lemah. Hadis masalah bid'ah dalam Sunan Ibn Majah, HN 48 diriwayatkan oleh Muhammad bin Mihshanin. Tentang dia, Yahya bin Ma'yan mengatakan dia pendusta, Bukhari mengatakan dia munkar, dan Abu Hatim al-Razi mengatakan dia majhul. Ibn Majah meriwayatkan hadis dalam masalah ini [HN 49], diriwayatkan oleh dua perawi bermasalah. Abu Zar'ah al-Razi mengatakan bahwa Bisyru bin Mansur tidak dikenal, Zahabi mengatakan Abi Zaid itu majhul. Kedua hadis Ibn Majah ini tidak dapat tertolong karena hanya diriwayatkan oleh Ibn Majah sendiri, yaitu "Allah menolak amalan pelaku bid'ah, baik sholatnya, puasanya...dst. Namun saya tidak bilang semua hadis ttg bid'ah itu lemah lho...."

"Pak Haji, bisa tolong membuat batasan masalah pokok agama itu apa saja dan masalah cabang atau furu' itu yang bagaimana" tanya Ace yang sebelumnya sibuk mencatat nomor hadis dan kitab hadis yg disebutkan Haji Yunus.

"Yang disebut asal/pokok/dasar Agama adalah ibadah mahdhah yang didasarkan oleh nash al-Qur'an dan Hadis yang qat'i. Dia berkategori Syari'ah, bukan fiqh. Kalau sebuah amalan didasarkan pada dalil yang ternyata dilalahnya (petunjuknya) bersifat zanni maka boleh jadi amalan tersebut akan berbeda satu dengan lainnya. Ini disebabkan zanni al-dalalah memang membuka peluang terjadinya perbedaan pendapat. Sementara kalau dilalah atau dalalahnya bersifat qat'i maka dia masuk kategori Syari'ah dan setiap hal yang menyimpang dari ketentuan ini dianggap bid'ah. Jadi, sebelum menuduh bid'ah terhadap amalan saudara kita, mari kita periksa dulu apakah ada larangan dari Nabi yang bersifat qat'i (tidak mengandung penafsiran atau takwil lain) terhadap amalan tersebut?"

"Jikalau tidak ada larangan, namun dia melanggar ma'lum minad din bid dharurah (ketentuan agama yang telah menjadi aksioma), maka dia jatuh pada bid'ah. Kalau tidak ada larangan, dan tidak ada ketentuan syari'at yang dilanggar, amalan tersebut statusnya mubah, bukannya bid'ah!"

"Contohnya pak Kiyai...."

"Baik, ini adalah contoh praktisnya: Apakah ada larangan memakai alat untuk berzikir (kita kenal dg tasbih atau rosario utk agama lain) ? Meskipun Nabi tidak pernah mencontohkannya, bukan berarti tidak boleh! Adalah benar dalam masalah ibadah berlaku kaidah, 'asal sesuatu dalam ibadah itu haram kecuali ada dalil yg membolehkan atau mewajibkan'. Nah, apakah memakai tasbih itu termasuk ibadah mahdhah atau tidak? Indikasinya adalah apakah zikir kita tetap sah kalau tidak pakai tasbih? tentu saja tetap sah, karena yang disebut ibadah adalah zikirnya, bukan cara menghitung 33 atau 99nya. Tasbih memang dipakai dalam zikir tetapi dia hanya masalah tekhnis. Seseorang bisa jatuh pada bid'ah kalau menganggap wajib hukumnya memakai tasbih untuk berzikir. Tetapi kalau memandang tasbih
hanya sebagai alat tekhnis saja, tentu tidakmasalah.

"Ini yang saya maksud dengan membedakan mana ibadah inti dan mana tekhnis ibadah; mana ibadah mahdah dan mana ibadah ghaira mahdhah." Contoh lain, haji itu wukuf di padang Arafah. Ini ketentuan Syari'ah; bukan fiqh. Kalau anda wukufnya di Mina, maka anda berbuat bid'ah."

"Contoh lain....Nabi menyuruh kita melihat bulan untuk berpuasa. Sekarang kita lihatnya pakai teropong? Apakah ini bid'ah? Fungsi teropong kan hanya membantu saja (tekhnis/alat bantu). Jadi, sama dg tasbih."

"Soal merayakan Maulid bagaimana?" tanya Mursalin.

"Sama saja...gunakan kriteria atau batasan yang saya jelaskan di atas.Anda bisa menilai sendiri. Pertama, adakah nash yang melarang atau menyuruh kita merayakan maulid Nabi?"

"Tidak ada" jawab jama'ah serempak.

"Apakah maulid nabi bagian dari ibadah inti atau ibadah mahdhah?

Apakah kita berdosa kalau meninggalkannya?"

"Tidak...." jama'ah menjawab lagi.

"Apakah hukumnya wajib menyelenggarakan maulid Nabi?"

"Tidak!!!"

"Bagus...anda sudah bisa menyimpulkan sendiri kan....Nah, contoh bid'ah yg nyata adalah menambah atau mengurangi jumlah rakaat dalam sholat. Karena ada perintah Nabi, "Shollu kama raytumuni ushalli"

"Bagaimana dengan masalah melafazkan niat atau ushalli dalam sholatustadz?" tanya pak Haji Ya'qub, seorang juragan ayam di desa itu.

"Yang diperintah itu adalah berniat. Di sini tidak ada perbedaan pendapat. Perbedaan mulai timbul: apakah niatnya itu kita lafazkan atau cukup dalam hati. Sama-sama tidak ada nash qat'i dalam hal ini, sehingga dia bukan masalah dasar atau pokok agama. Apalagi lafaz niatnya itu dibacanya sebelum takbiratul ihram. Sholat itu dimulai dari takbiratul ihram; apapun tindakan, ucapan atau pikiran anda
sebelum anda takbiratul ihram sholat anda tetap sah. karena sholat dihitung dari saat anda mengucapkan takbiratul ihram."

"Bukankah ada hadis yg menyebutkan bahwa ketika sholat nabi langsungmengucap Allahu Akbar, tanpa membaca ushalli." tanya pak Haji Ya'qubpenasaran.

"Benar...selama kita tidak menganggap bacaan ushalli itu wajib dibaca dan bagian dari sholat maka itu masuk kategori tekhnis ibadah. Lebih tepat lagi tekhnis berniat dalam sholat. Dalam hal Nabi langsung membaca takbir, berarti Nabi saat berniat sholat sudah mantap menyatukan antara ucapan, perbuatan, pikiran, motivasi dan kepasrahan. Lalu bagaimana dengan mereka yang perlu berkonsenstrasi memusatkan perhatiannya dg melafazkan niat? Saya memandang ini bukan bid'ah, Wa Allahu A'lam. Yang jelas melafazkan niat bukan bagian dari ibadah sholat; itu dilakukan SEBELUM takbir. Lha wong anda sebelum takbir aja gossip boleh kok...."

"Masak mau sholat nge-gossip dulu ustadz?" tanya Burhanuddin

"Maksud saya, contoh ekstremnya demikian. Nge-gossip sebelum takbir tidak akan membatalkan sholat anda. Lha wong sholatnya belum dimulai, kok sudah batal. Nah daripada antum pada nge-gossip kan lebih baik berkonsentrasi dg segala cara agar sholatnya khusyu'."

Tanpa terasa...waktu isya' telah tiba. Haji Yunus menutup dialog kali ini dengan menyatakan: "Apa yang saya sampaikan ini tentu belum sempurna dan belum memuaskanantum semua. Saya mohon ampun kepada Allah atas kekhilafan dan kekurangan saya. Semoga Allah senantiasa menunjuki kita ke jalan yang lurus."

ps. dialog di atas bersifat fiktif. Kesamaan nama ataupun lainnya hanya kebetulan semata.

MASALAH PUASA

1. Niat puasa: (a). Niat disyariatkan dalam puasa Ramadhan, juga puasa wajib lainnya seperti puasa qadha’ dan dan kaffarat. Dan hendaknya niat itu dilakukan di malam hari, meskipun beberapa saat sebelum terbitnya fajar. Niat adalah keinginan hati untuk melakukan suatu perbuatan tanpa diikuti dengan ucapan. Orang yang berpuasa Ramadhan, tidak perlu memperbaharui niatnya setiap malam Ramadhan, tetapi cukup baginya niat puasa Ramadhan sebulan ketika masuk bulan Ramadhan.
(b). Puasa sunnah mutlak tidak disyaratkan niat sejak malam hari. Adapun puasa sunnah tertentu (puasa Arafah misalnya), untuk kehati-hatian maka hendaknya diniatkan sejak malam hari.
2. Barangsiapa melakukan puasa wajib seperti puasa qadha’, nadzar dan kaffarat maka ia harus menyempurnakan puasanya dan tidak boleh berbuka tanpa udzur. Sedangkan orang yang puasa sunnah, maka jika dia menghendaki boleh berbuka, meskipun tanpa uzdur.
3. (a). Orang yang tidak mengetahui telah masuk bulan Ramadhan kecuali setelah terbit fajar maka hendaknya ia menahan dari makan dan minum pada hari itu, lalu mengqadha’nya pada hari lain. Demikian menurut jumhur (mayoritas) para ulama. (b). Orang yang dipenjara atau ditawan , jika mengetahui masuknya bulan Ramadhan dengan menyaksikan atau mendengar berita dari orang yang terpercaya maka ia wajib berpuasa. Jika tidak, maka hendaknya ia berijtihad sendiri dan melakukan apa yang paling kuat menurut dugaannya.
4. Berbuka dan menahan diri (puasa): (a). Bila seluruh matahari telah tenggelam maka itulah waktu berbuka bagi orang yang berpuasa. Dan tidak ada pengaruhnya warna merah yang masih tampak di ufuk. (b). Jika fajar telah terbit, maka orang yang berpuasa wajib menahan diri (dari makan dan minum serta yang membatalakan puasa) seketika, baik mendengar adzan atau tidak. Adapun menahan diri –sebagai bentuk kehati-hatian—sebelum fajar sekitar 10 menit (padahal masih membutuhkan makan dan minum) maka hal itu tidak dibenarkan. (c). Negeri yang malam dan siangnya sepanjang 24 jam maka bagi umat Islam di dalamnya wajib berpuasa, meskipun siangnya lebih lama dari malamnya.
5. Yang membatalkan puasa: (a). Seseorang yang membatalkan puasanya –selain karena haid dan nifas- tidak dikatakan membatalkan puasanya kecuali dengan tiga syarat: 1- Hendaknya dalam keadaan mengerti, tidak bodoh; 2-Dalam keadaan ingat, bukan sedang lupa; 3-Dengan keinginan sendiri, bukan dipaksa. Adapun yang termasuk pembatal puasa adalah bersetubuh, sengaha muntah, ihtijam (bekam) serta makan dan minum dengan sengaja. (b). Termasuk pembatal puasa yang semakna dengan makan dan minum adalah obat-obatan atau serbuk yang ditelan melalui mulut, suntikan yang mengenyangkan, demikian juga transfusi darah. Adapun suntikan yang bukan pengganti makan atau minum maka, tetapi untuk pengobatan, maka hal itu tidak membahayakan puasanya, membersihkan ginjal juga tidak membatalkan puasa. Dan menurut pendapat yang kuat, obat tetes mata dan telinga, mencopot gigi serta mengobati luka, tidaklah membatalkan puasa. Demikian pula dengan mengambil darah untuk diagnosa tidak membatalkan puasa. Obat tenggorokan selama tidak ditelan juga tidak membatalkan. Barangsiapa menambal giginya lalu mendapatkan rasa mint (sejuk) atau lainnya maka hal itu tidak membatalkan puasanya. (b) . Barangsiapa makan atau minum pada siang hari bulan Ramadhan tanpa uzdur maka dia telah berbuat dosa besar, ia harus tobat dan mengqadha’ (mengganti) puasanya. (c). Jika ia lupa lalu makan dan minum maka hendaknya ia tetap melanjutkan puasanya, karena itu merupakan karunia dari Allah. Jika melihat orang yang makan dan minum karena lupa maka ia harus mengingatkannya. (d). Barangsiapa membutuhkan berbuka untuk menolong orang yang mau binasa maka hendaknya ia berbuka dan mengqadha puasanya.
6. (a). Barangsiapa menyetubuhi isterinya pada siang hari Ramadhan dengan sengaja dan tanpa dipaksa maka dia telah merusak puasanya. Ia wajib bertobat dan melanjutkan puasanya pada hari itu serta wajiba mengqadha’ dan membayar kaffarat mughallazhah (denda berat). Dan hal yang sama juga berlaku hukumnya pada orang yang berzina, melakukan homoseksual atau menyetubuhi binatang. (b). Jika ia berkeinginan menyetubuhi isterinya dengan berbuka terlebih dahulu dengan makan atau minum maka dosanya lebih besar, sebab ia telah mencemarkan kesucian Ramadhan dua kali, yakni dengan makan dan bersetubuh. (c). Seorang suami yang mencium, bermesraan, berpelukan, bersentuhan dan memandang berkali-kali terhadap isterinya, jika bisa mengendalikan nafsunya adalah dibolehkan, tetapi jika ia orang yang mudah terangsang birahinya maka hal itu tidak dibolehkan. (d). Jika ia sedang menyetubuhi isterinya tiba-tiba fajar (terdengar adzan) maka ia harus sengera menyudahinya. Puasanya tetap sah, meskipun ia mengeluarkan mani setelah menyudahinya. Jika ia masih tetap menlanjutkannya padahal fajar telah terbit maka berarti ia telah berbuka, dan karenanya ia wajib tobat, mengqadha’ puasanya dan membayar kaffarat mughallazhah.
7. (a). Jika pagi hari ia dalam keadaan junub, mka hal itu tidak membatalkan puasanya. Ia boleh mengakhirkan mandi jari junub, haid dan nifas hingga setelah terbit fajar, tetapi ia harus bersegera sehingga mendapatkan shalat Shubuh berjamaah. (b). Jika orang yang puasa mimpi dengan mengeluarkan mani hal itu membatalkan puasanya menurut ijma’ (kesepakatan) ulama, dan ia tetap wajib melanjutkan puasanya. (c). Barangsiapa mengeluarkan mani pada siang hari bulan Ramadhan dengan sesuatu yang mungkin dijaga, seperti menyentuh atau memandang yang berulang-ulang maka ia wajib tobat kepada Allah dan menahan diri dari makan dan minum pada sisa harinya, lalu ia wajib mengqadhanya pada hari lain.
8. Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka tidak wajib mengqadha’ puasanya tetapi, barangsiapa muntah dengan sengaja maka ia wajib mengqadhanya. Adapun mengunyah permen karet manis atau ada rasa lain maka mengunyahnya adalah haram. Jika ada sesuatu yang yang masuk ke tenggorokannya karenanya maka batal puasanya. Adapun dahak atau ingus, jika ia tertelan sampai di mulut maka tidaklah membatalkan puasa, jika ia telan setelah sampai di mulut maka menjadi batal puasanya. Adapun mencicipi makanan tanpa diperlukan hukumnya makruh.
9. Siwak hukumnya sunnah bagi orang yang puasa pada sepanjang siang hari
10. Sesuatu yang terjadi pada orang puasa seperti luka, mimisan, masuknya air cairan lain ke tenggorokannya tanpa sengaja maka hal itu tidak merusak puasa. Demikian pula halnya meminyaki rambut atau kumis atau mencium wangi-wangian.
11. Merokok adalah salah satu yang membatalkan puasa. Dan ia tidak boleh menjadi sebab sehingga sesorang meninggalkan puasa.
12. Berendam di dalam air atau berselimut dengan kain yang dibasahi untuk mendapat kesejukan tidaklah mengapa bagi orang yang berpuasa.
13. Jika seseorang makan, minum atau menyetubuhi isterinya karena mengira waktu masih malam, tetapi ternyata telah terbit fajar maka ia tidak berdosa dan tetap melanjutkan puasanya.
14. Jika ia berbuka karena mengira matahari telah tenggelam padahal belum, maka menurut jumhur ulama ia wajib mengqadha puasanya.
15. Jika telah terbit fajar seorang dimulutnya masih ada makanan atau minuman maka para fuqaha (Para Ahli Fiqih) sepakat bahwa ia harus memuntahkannya dari puasanya sah.
16. Hukum puasa wanita: (a). Jika wanita melihat lendir putih dan dia tahu bahwa dia telah suci maka ia wajib meniatkan puasa sejak malam. Jika ia tidak mengetahui tentang status kesuciannya maka hendaknya dia mengusapnya dengan kapas atau sejenisnya. Jika kapas itu dikeluarkan dalam keadaan bersih maka ia berpuasa. Dan seorang wanita haid atau nifas, jika darahnya berhenti pada malam hari lalu niat puasa, kemudian terbit fajar sebelum mandi maka menurut segenap ulama, puasanya adalah sah. (b). Wanita yang mengetahui bahwa kebiasaan haidnya adalah besok misalnya, maka ia tetap harus tetap dalam niat puasa, dan tidak boleh berbuka sampai ia melihat darah. (c). Yang paling utama bagi wanita haid adalah menerima sunatullah pada dirinya, ridha dengannya dan tidak mencari jalan untuk menghentikan haid pada bulan ramadhan. (d). Jika wanita hamil keguguran, dan janinnya telah berbentuk maka ia dalam keadaan nifas dan tidak boleh berpuasa. Jika belum berbentuk maka ia adalah darah istihadhah (penyakit) dan wajib berpuasa jika ia mampu. Orang yang nifas jika telah suci sebelum 40 hari maka ia niat puasa dan mandi untuk shalat. Dan jika lebih dari 40 hari maka ia niat puasa dan mandi serta darah yang keluar dianggap darah istihadhah. (e). Pendapat yang kuat dengan meng-qiyaskan orang hamil dan menyusui dengan orang sakit. Keduanya boleh berbuka dan tidak ada kewajiban selain qadha, baik tidak puasa karena takut terhadap dirinya atau terhadap anak yang dikandungnya. (f). Perempuan yang wajib puasa jika disetubuhi oleh suaminya pada siang hari Ramadhan dengan kerelaannya maka hukum baginya adalah sama dengan hukum suaminya. Tetapi jika ia dipaksa maka is harus berusaha menolaknya, dan ia tidak wajib membayar kaffarat karenanya.

MASALAH HADITS DHO'IF

Masalah Hadits Dha’if dalam Ibadah Jan 13, '09 9:22 PM


Sebagai salah satu sumber hukum Islam, hadits berfungsi menjelaskan, mengukuhkan serta 'melengkapi' firman Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur’an. Di antara berbagai macam hadits itu, ada istilah Hadits Dha'f.

Dalam pengamalannya, terjadi silang pendapat di antara ulama. Sebagian kalangan ada yang tidak membenarkan untuk mengamalkan Hadts Dha'if. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Hadits tersebut bukan dari Nabi Muhammad SAW. Lalu apakah sebenarnya yang disebut Hadits Dha'if itu? Benarkah kita tidak boleh mengamalkan Hadits Dha'if?

Secara umum Hadits itu ada tiga macam. Pertama, Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, punya daya ingatan yang kuat, mempunyai sanad (mata rantai orang-orang yang meriwayatkan hadits) yang bersambung ke Rasulullah SAW, tidak memiliki kekurangan serta tidak syadz (menyalahi aturan umum). Para ulama sepakat bahwa hadits ini dapat dijadikan dalil, baik dalam masalah hukum, aqidah dan lainnya.

Kedua, Hadits Hasan, yakni hadits yang tingkatannya berada di bawah Hadits Shahih, karena para periwayat hadits ini memiliki kualitas yang lebih rendah dari para perawi Hadits Shahih. Hadits ini dapat dijadikan sebagai dalil sebagaimana Hadits Shahih.

Ketiga, Hadits Dha'if, yakni hadits yang bukan Shahih dan juga bukan Hasan, karena diriwayatkan oleh orang-orang yang tidak memenuhi persyaratan sebagai perawi hadits, atau para perawinya tidak mencapai tingkatan sebagai perawi Hadits Hasan.

Hadits Dha'if ini terbagi menjadi dua. Pertama, ada riwayat lain yang dapat menghilangkan dari ke-dha'if-annya. Hadits semacam ini disebut Hadits Hasan li Ghairih, sehingga dapat diamalkan serta boleh dijadikan sebagai dalil syar'i. Kedua, hadits yang tetap dalam ke-dha'if-annya. Hal ini terjadi karena tidak ada riwayat lain yang menguatkan, atau karena para perawi hadits yang lain itu termasuk orang yang dicurigai sebagai pendusta, tidak kuat hafalannya atau fasiq.

Dalam kategori yang kedua ini, para ulama mengatakan bahwa Hadits Dha'if hanya dapat diberlakukan dalam fada'ilul a’mal, yakni setiap ketentuan yang tidak berhubungan dengan akidah, tafsir atau hukum, yakni hadits-hadits yang menjelaskan tentang targhib wa tarhib (janji-janji dan ancaman Allah SWT).

Bahkan ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa telah terjadi ijma' di kalangan ulama tentang kebolehan mengamalkan Hadits Dha'if jika berkaitan dengan fadha'ilul a'mal ini. Sedangkan dalam masalah hukum, tafsir ayat Al-Qur' an, serta akidah, maka apa yang termaktub dalam hadits tersebut tidak dapat dijadikan pedoman. Sebagaimana yang disitir oleh Sayyid 'Alawi al-Maliki dalam kitabnya Majmu' Fatawi wa Rasa'il:

"Para ulama ahli Hadits dan lainnya sepakat bahwa Hadits Dha'if dapat dijadikan pedoman dalam masalah fadha'il al-a’mal. Di antara ulama yang mengatakannya adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Ibn Mubarak, dan Sufyan, al-Anbari serta ulama lainnya. (Bahkan) Ada yang menyatakan, bahwa mereka pernah berkata: Apabila kami meriwayatkan (Hadfts) menyangkut perkara halal ataupun yang haram, maka kami akan berhati-hati. Tapi apabila kami meriwayatkan Hadfts tentang fadha'il al-a’mal, maka kami melonggarkannya". (Majmu' Fatawi wa Rasa'il, 251)

Namun begitu, kebolehan ini harus memenuhi tiga syarat. Pertama, bukan hadits yang sangat dha'if. Karena itu, tidak boleh mengamalkan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang sudah terkenal sebagai pendusta, fasiq, orang yang sudah terbiasa berbuat salah dan semacamnya.

Kedua, masih berada di bawah naungan ketentuan umum serta kaidah-­kaidah yang universal. Dengan kata lain, hadits tersebut tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah agama, tidak sampai menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.

Ketiga, tidak berkeyakinan bahwa perbuatan tersebut berdasarkan Hadits Dha'if, namun perbuatan itu dilaksanakan dalam rangka ihtiyath atau berhati-hati dalam masalah agama.

Maka, dapat kita ketahui, bahwa kita tidak serta merta menolak Hadits Dha'if. Dalam hal-hal tertentu masih diperkenankan mengamalkannya dengan syarat-syarat sebagaimana disebutkan di atas.

Tanya-Jawab Masalah Madzab

Tanya Jawab (447) Masalah Madzhab Cetak E-mail
Ditulis oleh Dewan Asatidz

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Saya dalam kesulitan mengenai madzhab yang ada 4 yang diakui di indonesia.?
1. Apakah hukumnya bermadzhab
2. Bagaimanakah kita tidak bermadzhab padahal dalam implikasi kehidupan
sehari-hari pasti menggunakannya
3. dan bagaimanakah memperadukan madzhab dalam menggunakannya
4. dan bagaimanakah apabila kita menggunakan semua madzhab dengan
mempertimbangkan akal pikirannya sebelumnya saya ucapkan banyak terimakasih

Ali Mu`tafi


Jawab :

Assalamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

Mazhab artinya jalan. Dalam masalah agama sering disebut aliran. Sebenarnya banyak sekali aliran dan mazhab yang dikenal dalam sejarah Islam. Sejak masa sahabat dan munculnya perbedaan pendapat dalam masalah cabang agama, setiap pendapat lalu disebut dengan istilah mazhab, maka di sana terkenal mazhab Aisyah, mazhab Adbullah bin Umar, mazhab Abdullah bin Masud dll.

Sampai sekitar pertengahan abad keempat, ada sekitar 13 mazhab terkenal yang pendapat mereka dikodifikasikan oleh para pengikut mereka, termasuk di dalamnya mazhab empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali. Selanjutnya mazhab empat tersebut yang yang paling populer di kalangan umat Islam sunni serta mendapatkan perhatian intelektual yang sangat besar dari para pengikutnya.

Mazhab selain mazhab empat yang juga cukup populer dan benyak pengikutnya adalah Dawud al-Zahiri, Zainul Abidin (dari syiah), Ja'far Shadiq dan Jabir bin Zaid (Ibadliyah)

Sebenarnya tidak ada keharusan bermazhab dalam agama, demikian juga tidak ada keharusan mengikuti mazhab empat. Yang menjadi kewajiban adalah mengikuti al-Qur'an dan Sunnah dan dalil-dalil lainnya secara benar.

Bagi orang awam bermazhab adalah semata untuk memudahkan mereka mengikuti ajaran agama, sebab mereka tidak perlu lagi mencari setiap permasalahan dari sumber aslinya yaitu al-Qur'an, hadist, Ijma' dll., namun mereka cukup membaca ringkasan tata cara beribadah dari mazhab-mazhab tersebut. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya beragama bagi orang awam, bila harus mempelajari semua ajaran agamanya melalui al-Qur'an dan Hadist. Betapa beratnya beragama bila semua orang harus berijtihad.

Pada zaman sekarang ini, pengaruh mazhab ini sedemikian populer dan kuat di kalangan umat Islam, sehingga tidak satu komunitas pun yang sebenarnya bebas mazhab. Ini karena agama yang dianut oleh komunitas tertentu sudah pasti diambil atau dipengaruhi oleh salah satu mazhab yang ada. Contohnya dalam masyarakat kita Indonesia, meskipun ada yang mengklaim tidak menggunakan mazhab, namun dalam praktiknya tetap saja secara ritual dan tata cara beribadah masyarakat kita cenderung mengikuti mazhab syafi'i, karena melalui mazhab inilah masyarakat Indonesia mengenal Islam. Masyarakat Saudi Arabia juga demikian, meskipun diklaim tidak bermazhab, namun praktiknya mereka menerapkan mazhab Hanbali, karena masyarakatnya mengenal Islam melalui mazhab Hanbali.

Dalam ilmu usuhul fiqh, terdapat istilah penting yang berkaitan dengan masalah bermadzhab, yaitu ijtihad, taqlid dan talfiq.

1. Ijtihad

Ijtihad didefinisikan sebagai "upaya untuk menemukan hukum-hukum shariah (agama). Untuk bisa mencapai taraf ijtihad, para ulama membuat beberapa persyaratan, yaitu :
1. Mengetahui arti ayat-ayat al-qur'an, baik dari segi bahasa maupun hukum.
2. Mengetahui hadist-hadist hukum, dan mengetahui maksudnya dari segi bahasa maupun hukum.
3. Mengetahui masalah nasikh dan mansukh (abrogasi dalam hukum qur'an dan hadist)
4. Mengetahui permasalahan-permasalahan yang telah terjadi konsensus para ulama mengenai hukumnya.
5. Mengetahui masalah analogi hukum Islam.
6. mengetahui bahasa Arab.
7. Mengetahui methodologi pengambilan hukum islam.
8. Mengetahui maqasid shariah (filsafat hukum Islam).

Itjihad dalam masalah-masalah agama senantiasa terbuka sampai kapan pun. Memang sering kita dengar isu bahwa pintu ijtihad telah tertutup, tapi kalau mau kita sadari, itu adalah isu yang menyesatkan, karena menutup pintu ijtihad sama saja dengan melarang orang berfikir. Agama Islam adalah agama yang mengajak kebebasan berfikir dengan logika yang benar. Imam Baghawi pernah mengatakan bahwa mencari ilmu untuk bisa mencapai tingkat ijtihad hukumnya fardlu kifayah. Bila dalam satu masa, tidak ada orang yang mau mencari ilmu untuk meraih tingkat ijtihad maka, berdosalah seluruh umat Islam yang hidup pada saat itu.

Mencari solusi hukum islam untuk permasalahan-permasalahan baru di zaman sekarang juga termasuk ijtihad.

Ijtihad dibuka dalam segala bidang, termasuk dalam masalah-masalah ritual dan fiqh. Hanya yang perlu diketahui di sini adalah ijtihad dengan cara, metodologi dan etika yang benar, sesuai dengan dalil-dalil yang ada.

2. Taqlid

Taqlid adalah mengambil pendapat ulama dengan tanpa mengetahui dalilnya. Mengambil satu hukum dengan referensi empat madzhab atau lainnya dengan tanpa mempelajari dalilnya, termasuk taqlid. Taqlid boleh dilakukan oleh orang yang pengetahuan agamanya terbatas, sehingga tidak mempunyai kemampuan untuk bisa mengakses dalil-dalil yang ada. Taqlid boleh dilakukan hanya kepada ulama-ulama yang benar-benar mengetahui ilmu-ilmu agama dan taqlid yang terbaik adalah dengan disertai memperlajari dlail-dalil dari pendapat yang diikutinya. Taqlid buta, meskipun ia tahu itu bertentangan dengan dalil yang ia ketahui, atau taqlid dengan fanatik, sehingga merasa benar seindiri, sangat dicela dalam agama.

Bidang yang diperbolehkan taqlid, menurut sebagian besar ulama, secara teoritis, adalah furu' (cabang-cabang fiqh), sedangkah masalah tauhid (keyakinan) tidak boleh taqlid. Namun kalau dikaji secara empiris, tentu sulit untuk menerapkan ketentuan seperti itu. Masyarakat yang pengetahuannya terbatas dalam bidang apapun, pasti akan cenderung melakukan taqlid.

Bertaqlid kepada salah satu dari empat madzhab fiqh merupakan tindakan terpuji , karena muqallid (orang yang melakukan taqlid) tentu telah berkeyakinan bahwa madzhab yang dianutnya adalah yang terbaik bagi dirinya, artinya dari pertimbangan memperkecil keraguannya. Namun fanatik dengan madzhab yang dianutnya merupakan perbuatan tercela, karena ini berarti menganggap madzhab lain salah. Muqallid harus tetap berkeyakinan bahwa di sana ada pendapat lain yang mungkin layak juga untuk dipakai.

Keuntungan dari menggunakan satu madzhab adalah dari aspek simplifikasi pengajaran. Orang awam tentu akan lebih mudah belajar dan diajari dengan pendekatan satu madzhab, karena ini tidak membingungkan. Kerugiannya, antara
lain: terkadang taqlid dengan satu madzhab bisa merangsang fanatisme madzhab, apalagi pada kalangan awam yang tidak diberi wawasan agama yang baik. Terkadang taqlid kepada satu madzhab juga memperberat penerapan hukum,
aplagi bila kondisi tidak memungkinkan.

Sebagian besar ulama berpendapat tidak ada ketentuan yang mewajibkan bertaqlid kepada satu imam saja, namun boleh kepada imam lain yang diyakininya benar. Pendapat ini juga dipakai oleh para ulama terkemuka saat ini, karena menghembuskan nafas keterbukaan dalam menerapkan hukum agama.

3. Talfiq

Permasalahan taqlid yang telah mengundang polemik ulama dari rentang waktu yang cukup panjang, pada sekitar abad ke-10 hijriyah telah mengantarkan kepada gagasan pembatasan taqlid, yaitu dengan konsep talfiq. Mereka mengatakan bahwa taqlid sah apabila tidak mengantarkan kepada talfiq. Talfiq didefinisikan : mencetuskan hukum dengan mengkombinasikan berbagai madzhab, sehingga hukum tersebut menjadi sama sekali baru, tidak ada seorang ulama pun yang mengatakannya. Mencampur-campur madzhab dengan sengaja dan mencetuskan hukum baru yang sama sekali tidak ada dalilnya, itulah yang lebih tepat disebut talfiq yang dicela agama. Adapun berpindah madzhab dalam satu masalah agama dengan berlandasan kepada dalil atau karena kondisi tertentu, tidak lah termasuk talfiq.

Dalam menggunakan pendapat madzhab yang berbeda-beda yang perlu diperhatikan adalah sbb :
1. Tidak dengan sengaja mencari-cari yang mudah (sengaja mencari enaknya) dengan tujuan mempermainkan agama, apalagi yang mengantarkan kapada hukum baru yang sama sekali tidak dikatakan oleh salah seorang ulama. Misalnya mengambil pendapat yang mengatakan boleh nikah tanpa wali, kemudian mengambil pendapat kedua yang mengatakan boleh nikah tanpa saksi, kemudian mengambil pendapat ketiga yang mengatakan sah nikah tanpa mahar, lalu mencetuskan pendapat "boleh nikah tanpa wali, saksi dan mahar". Pendapat ini tidak ada seorang pun ulama yang mengatakannya.

2. Tidak mengantarkan kepada pendapat baru yang sama sekali bertentangan dengan dalil.
3. Tidak memaksakan diri menggunakan pendapat yang telah diketahui atau diyakini kelemahnya.
4. Tidak boleh dalam satu ibadah, misalnya dalam wudlu mengambil mazhab Syafi'i dalam mengusap sebagain kepala, kemudian mengikuti mazhab Hanafi dalam masalah tidak batal memegang kemaluan, padahal tanpa mengetahui dalil masing-masing dan hanya bermazhab buta atau taqlid.

Demikian, semoga membantu

Istilah-Istilah Dalam Hadits

Tue, 03 May 2005 00:27:22 -0700

Assalaamualaikum.
Terlampir risalah tentang istilah-istilah hadits.
Semoga bisa diambil manfaatnya.

PENJELASAN MENGENAI ISTILAH ILMU HADITS
(Penjelasan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam muqaddimah Kitabnya Bulughul
Maram )

Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan istilah Shahihain adalah
kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Setiap hadits yang diketengahkan oleh
keduanya secara bersama melalui seorang sahabat disebut Muttafaq Alaih.
Mengenai istilah Ushuulus Sittah atau dikenal dengan Sittah adalah Shahihain
Sunan Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam An-Nasa-i, dan Imam Ibnu Majah. Mulai
dari Abu Dawud hingga Ibnu Majah dikenal dengan istilah Arba�ah yang masing
masing memiliki kitab Sunan. Akan tetapi, ada sebagian ulama yang tidak
memasukan Imam Ibnu Majah kedalam Arba�ah dan menggantinya dengan Al-Muwaththa�
atau dengan Musnad Ad-Darimi. Sab�ah terdiri dari Imam Ahmad, Bukhari, Muslim,
Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, dan Ibnu Majah. Sittah terdiri dari Imam
Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah. Khamsah
terdiri dari Imam Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah.
Arba�ah terdiri dari Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah.
Tsalaatsah terdiri dari Imam Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasai. Muttafaq
�Alaih terdiri dari Imam Bukhari dan Muslim.

Istilah istilah Hadits

Matan  materi hadits yang berakhir dengan sanad.
Sanad  para perawi yang menyampaikan kepada matan.
Isnad  rentetan sanad hingga sampai ke matan, sebagai contoh ialah
�Dari Muhammad Ibnu Ibrahim, dari Alqamah ibnu Waqqash, dari Umar Ibnu
Khaththab bahwa Rasullullah saw pernah bersabda: Sesungguhnya semua amal
perbuatan itu berdasarkan niat masing masing.� Sabda Nabi saw yang mengatakan:
�Sesungguhnya semua amal perbuatan itu berdasarkan niat masing-masing� disebut
matan, sedangkan diri para perawi disebut sanad, dan yang mengisahkan sanad
disebut isnad.
Musnad  hadits yang isnadnya mulai dari permulaan hingga akhir
berhubungan, dan kitab yang menghimpun hadits hadits setiap perawi secara
tersendiri, seperti kitab Musnad Imam Ahmad.
Musnid  orang yang meriwayatkan hadits berikut isnadnya.
Al Muhaddits  orang yang ahli dalam bidang hadits dan menekuninya
secara riwayat dan dirayah (pengetahuan).
Al-Haafizh  orang yang hafal seratus ribu buah hadits baik secara matan
maupun isnad.
Al-Hujjah  orang yang hafal tiga ratus ribu hadits.
Al-Haakim  orang yang menguasai sunnah tetapi tidak memfatwakannya
melainkan sedikit.

Pembagian Hadits

1. Hadits bila ditinjau dari segi thuruq (jalur periwayatannya) terbagi menjadi
muttawatir dan ahad.
a. Hadits Muttawatir  hadits yang memenuhi empat syarat , yaitu :
== diriwayatkan oleh segolongan orang yang banyak jumlahnya.
== menurut kebiasaan mustahil mereka sepakat dalam kedustaan.
== mereka meriwayatkannya melalui orang yang semisal mulai dari permulaan
hingga akhir.
== hendaknya musnad terakhir dari para perawi berpredikat hasan (baik).
Hadits muttawatir dapat memberikan faedah ilmu yang bersifat dharuri, atau
dengan kata lain ilmu yang tidak
dapat ditolak lagi kebenarannya. Contoh hadits muttawatir adalah hadits
yang mengatakan :
�Barang siapa yang berdusta terhadapku atau atas namaku dengan sengaja,
maka hendaklah dia bersiap siap
menempati tempat duduknya dari api neraka.�
b. Hadits Ahad  hadits yang di dalamnya terdapat cacat pada salah
satu syarat muttawatirnya. Hadits ahad dapat
memberikan faedah yang bersifat zhan dan adakalanya dapat memberikan
ilmu yang bersifat nazhari (teori)
apabila dibarengi dengan bukti yang menunjukkan kepadanya.
Pembagian hadits ahad ada tiga yaitu :
1. hadits sahih  hadits yang diriwayatkan oleh orang yang
adil, memiliki hafalan yang sempurna sanad
nya muttashil (berhubungan dengan yang lainnya) lagi tidak
mu�allal (tercela) dan tidak pula syadz
(menyendiri).
Istilah adil yang dimaksud ialah adil riwayatnya, yakni seorang
muslim yang telah aqil baliq, bertaqwa dan
menjauhi semua dosa dosa besar. Pengertian adil ini mencakup
laki-laki, wanita, orang merdeka dan budak
belian.
Istilah dhabth ialah hafalan. Ada dua macam dhabth yaitu :
� dhabth shard ialah orang yang bersangkutan hafal semua hadits yang
diriwayatkannya di luar kepala
dengan baik.
� dhabth kitab yaitu orang yang bersangkutan memelihara pokok
hadits yang dia terima dari gurunya
dari perubahan perubahan (atau dengan kata lain text-book).
Mu�allal  hadits yang dimasuki oleh suatu �illat (cela)
yang tersembunyi hingga mengharuskannya di
mauqufkan (diteliti lebih mendalam).
Syadz  hadits yang orang tsiqah (yang dipercaya) nya
berbeda dengan orang yang lebih tsiqah darinya.
2. hadits hasan  hadits yang diriwayatkan oleh orang yang
adil. hafalannya kurang sempurna tetapi sanad
nya muttashil lagi tidak mu�allal dan tidak pula syadz. Apabila
hadits hasan ini kuat karena didukung oleh
satu jalur atau dua jalur periwayatan lainnya, maka predikatnya
naik menjadi shahih lighairihi.
3. hadits dha�if  hadits yang peringkatnya dibawah hadits
hasan dengan pengertian karena didalamnya
terdapat cela pada salah satu syarat hasan. Apabila hadits
dha�if menjadi kuat karena didukung oleh jalur
periwayatan lainnya atau sanad lainnya maka predikatnya naik
menjadi hasan lighairihi.
Shahih dan hasan keduanya dapat diterima. Dha�if ditolak maka tidak
dapat dijadikan sebagai hujjah, kecuali
dalam masalah keutamaan beramal tetapi dengan syarat predikat dha�ifnya
tidak terlalu parah dan subyek yang
diketengahkan masih termasuk ke dalam pokok syariat, serta tidak
berkeyakinan ketika mengamalkannya
sebagai hal yang telah ditetapkan melainkan tujuan dari pengamalannya
hanyalah untuk bersikap hati-hati dalam
beramal.
2. Hadits bila ditinjau dari perawinya terbagi menjadi :
a. hadits masyhur  hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau
lebih, tetapi masih belum memenuhi syarat
muttawatir. Terkadang diucapkan pula terhadap hadits yang telah terkenal hingga
menjadi buah bibir, sekalipun
hal itu maudhu� (palsu).
b. hadits �aziz  hadits yang diriwayatkan oleh dua orang perawi
saja, sekalipun masih dalam satu thabaqah
(tingkatan) karena sesungguhnya jumlah perawi yang sedikit pada mayoritasnya
dapat dijadikan pegangan
dalam bidang ilmu ini.
c. hadits gharib  hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi
sekalipun dalam salah satu thabaqah.
Hadits gharib terbagi menjadi dua macam yaitu :
� gharib muthlaq yang artinya hadits yang kedapatan menyendiri dalam pokok
sanadnya.
� gharib nisbi yang artinya hadits yang kedapatan menyendiri pada sanad
selanjutnya.
3. Hadits terbagi pula menjadi dua bagian lainnya yaitu maqbul dan mardud :
a. hadits maqbul  hadits yang dapat dijadikan hujjah yang
didalamnya terpenuhi syarat-syarat hadits shahih
atau hadits hasan. Hadits maqbul terbagi menjadi empat yaitu :
- shahih lidzatihi yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil,
sempurna hafalannya, muttashil
sanadnya, tidak mu�allal dan tidak pula syadz. Shahih lidzatihi ini berbeda
beda peringkatnya menurut
perbedaan sifat yang telah disebutkan tadi.
- shahih lighairihi yaitu hadits yang mengandung sebagian sifat yang ada
pada hadits maqbul, paling
sedikit. Akan tetapi dapat ditemukan hal hal yang dapat menyempurnakan
kekurangannya itu, seumpamanya ada hadits yang sama diriwayatkan melalui satu
atau banyak jalur lainnya.
- hasan lidzatihi yaitu hadits yang dinukil oleh seseorang yang
adil, ringan hafalannya (kurang sempurna)
muttashil sanadnya, melalui orang yang semisal
dengannya, hanya tidak mu�allal dan tidak pula syadz.
- hasan lighairihi yaitu hadits yang masih ditangguhkan penerimaannya
tetapi telah ditemukan di dalam
nya hal hal yang menguatkan segi penerimaannya. Contohnya ialah hadits yang
didalam sanadnya
terdapat orang yang keadaannya masih belum diketahui atau orang yang buruk
hafalannya.
Hadits Maqbul pun terbagi menjadi :
1. Muhkam yaitu hadits yang tidak ada hadits lain yang menentangnya.
2. Mukhtalaf yaitu haidts yang didapatkan ada hadits lain yang
menentangnya tetapi masih dapat digabungkan diantara keduanya.
3. Nasikh yaitu hadits yang datang kemudian isinya menentang hadits yang
semisal.
4. Rajih yaitu hadits yang dapat diterima, kandungannya menentang hadits
yang semisal yang mendahuluinya karena adanya penyebab yang mengharuskan
demikian, sedangkan menggabungkan keduanya tidak mungkin, lawan dari rajah
ialah marjuh.
b. hadits mardud  hadits yang didalamnya tidak terpenuhi
syarat-syarat shahih dan hasan . Hadits mardud ini
tidak dapat dijadikan hujjah dan terbagi pula menjadi dua bagian yaitu :
�. mardud yang disebabkan adanya keguguran dalam isnad (sanad)nya, terbagi
menjadi lima macam :
a. mu�allaq yaitu hadits yang dari awal sanadnya gugur seorang perawi,
dan termasuk ke dalam hadits
mu�allaq ialah hadits yang semua sanadnya dibuang.
b. mursal yaitu hadits yang dinisbatkan oleh seorang tabi�in kepada Nabi
saw.
c. mu�adhdhal yaitu hadits yang gugur darinya dua orang perawi secara
berturut turut.
d. munqathi yaitu haidts yang gugur darinya seorang atau dua orang
perawi, tetapi tidak berturut turut.
e. mudallas yaitu hadits yang terdapat keguguran didalamnya tetapi
tersembunyi, sedangkan ungkapan
periwayatnya memakai istilah �an (dari). Contohnya dia menggugurkan
nama gurunya, lalu menukil dari
orang yang lebih atas daripada gurunya dengan memakai ungkapan yang
memberikan pengertian kepada
si pendengar bahwa hal itu dinukilnya secara langsung, contoh ini
dinamakan mudallas isnad.
Adakalanya, nama gurunya tidak digugurkan, tetapi gurunya itu
digambarkan dengan sifat yang tidak
dikenal, contoh seperti ini dinamakan mudallas syuyukh. Adakalanya,
dia menggugurkan seorang perawi
dha�if di antara dua orang perawi yang tsiqah, contoh ini dinamakan
mudallas taswiyah.
�. mardud karena adanya cela terbagi menjadi empat macam :
a. maudhu� yaitu hadits yang perawinya dusta mengenainya.
b. matruk yaitu hadits yang celanya disebabkan perawi dicurigai sebagai
orang yang dusta.
c. munkar yaitu hadits yang celanya karena kebodohan siperawinya atau
karena kefasikannya.
d. mu�allal yaitu hadits yang celanya karena aib yang tersembunyi, tetapi
lahiriahnya selamat, tidak tampak aib.
Termasuk kedalam kategori tercela ialah yang disebabkan idraj (kemasukan).
Jenis ini ada dua macam :
� mudraj matan ialah hadits yang didalamnya ditambahkan sebagian dari lafazh
perawi, baik pada
permulaan, tengah-tengah atau bagian akhirnya. Adakalanya untuk menafsirkan
lafazh yang gharib (sulit)
seperti yatahannatsu (yata�abbadu) yang artinya beribadah.
� mudraj isnad ialah hadits yang didalamnya ditambahkan isnadnya seperti
menghimpun beberapa sanad
dalam satu sanad tanpa penjelasan.

Termasuk kedalam pengertian tha�n (cacat) ialah qalb, yaitu
hadits yang maqlub (terbalik) disebabkan
seorang perawi bertentangan dengan perawi lain yang lebih kuat
darinya karena mendahulukan atau
mengakhirkan sanad atau matan. Termasuk pula kedalam pengertian
tha�n ialah idhthirab yakni hadits yang
mudhtharib yaitu hadits yang perawinya bertentangan dengan
perawi lain yang lebih kuat dari padanya
dalam sanad, matan atau dalam kedua-duanya, padahal tidak ada
murajjih (yang menentukan mana yang
lebih kuat dari pada keduanya) sedangkan menggabungkan keduanya
merupakan hal yang tidak dapat
dilakukan.
Termasuk kedalam pengertian tha�n ialah tashhif yaitu
hadits mushahhaf dan tahrif (hadits muharraf).
Hadits mushahhaf ialah cela yang ada padanya disebabkan seorang
perawi bertentangan dengan perawi lain
nya yang lebih kuat dalam hal titik. Jika ada pertentangan itu
dalam hal harakat, maka dinamakan hadits
muharraf. Termasuk kedalam pengertian tha�n ialah jahalah, juga
disebut ibham (misteri), bid�ah, syudzudz,
dan ikhtilath.
� hadits mubham ialah hadits yang didalamnya ada seorang perawi
atau lebih yang tidak disebutkan
namanya.
� hadits mubtadi� ialah jika bid�ahnya mendatangkan
kekufuran, maka perawinya tidak dapat diterima, jika
bid�ahnya menimbulkan kefasikan, sedangkan perawinya orang
yang adil dan tidak menyeru kepada
bid�ah tersebut, maka haditsnya dapat diterima.
� hadits syadz ialah hadits yang seorang perawi
tsiqahnya bertentangan dengan perawi yang lebih tsiqah
darinya. Lawan kata dari hadits syadz ialah hadits mahfuzh,
yaitu hadits yang seorang perawi tsiqahnya
bertentangan dengan hadits perawi lainnya yang tsiqahnya
masih berada di bawah dia.
� hadits mukhtalath ialah hadits yang perawinya terkena
penyakit buruk hafalan disebabkan otaknya
terganggu, misalnya akibat pengaruh usia yang telah lanjut
(pikun). Hukum haditsnya dapat diterima
sebelum akalnya terganggu oleh buruk hafalannya, adapun
sesudah terganggu tidak dapat diterima.
Jika tidak dapat dibedakan antara zaman sebelum
terganggudan zaman sesudahnya, maka senuanya
ditolak.
4. Hadits bila dipandang dari segi matan dan sanad terbagi menjadi :
a. hadits marfu� ialah hadits yang disandarkan kepada Rasullullah saw baik
secara terang terangan maupun secara
hukum.
b. hadits mauquf ialah hadits yang sanadnya terhenti sampai kepada seorang
sahabat tanpa adanya tanda tanda
yang menunjukan marfu�, baik secara ucapan maupun perbuatan.
c. hadits maqthu� ialah hadits yang isnad (sanad) nya terhenti sampai
kepada seorang tabi�in.
d. hadits muthlaq ialah hadits yang bilangan perawinya sedikit bila
dibandingkan dengan sanad lainnya dan sanad
sampai kepada Rasullullah saw. Lawan dari al-muthlaq ialah hadits
nazil muthlaq.
e. hadits al nasabi ialah hadits yang perawinya sedikit bila dibandingkan
dengan sanad lainnya dan berakhir
sampai kepada seorang Imam terkenal seperti Imam Malik, Imam
Syafi�ie, Imam Bukhari dan Imam Muslim.
f. hadits nazil nasabi ialah lawan haidts al nasabi. Hadits al nasabi
lebih ke shahih karena kekeliruannya sedikit.
hadits nazil nasabi ini tidak disukai kecuali karena keistimewaan
khusus yang ada padanya.

Berbagai Jenis Riwayat

Ada berbagai jenis riwayat yaitu riwayat Aqran, Akabir �an Ashaghir,
Ashaghir �an Akabir, Musalsal, Muttafiq dan Muftariq, Mu�talif dan Mukhtalif,
Mutasyabih, Muhmal, serta Sabiq dan Lahiq.
Riwayat Aqran  riwayat yang dilakukan oleh salah seorang perawi
diantara dua orang perawi yang berteman dari perawi lainnya. Dua orang teman
ialah teman yang berdekatan umur atau isnadnya, atau kedua duanya. Berdekatan
dalam hal isnad artinya berdekatan dalam berteman dan mengambil dari guru.
Riwayat Aqran ini terdiri dari :
1. Mudabbaj yaitu riwayat dari masing masing dua perawi yang berteman lagi
sama umur dan isnadnya dari perawi
lainnya.
2. Ghairu Mudabbaj yaitu riwayat dari salah seorang dua perawi yang
berteman, sedangkan keduanya sama dalam
hal umur dan isnadnya.
Riwayat Akabir �an Ashaghir  seseorang meriwayatkan suatu hadits
dari orang yang lebih rendah darinya dalam hal umur atau dalam bersua
(berteman). Termasuk kedalam pengertian ini ialah riwayat para orang tua dari
anak anak
Nya dan riwayat para sahabat dari para tabi�in, jenis ini jarang didapat.
Kebalikannya memang banyak, yaitu riwayat
Ashaghir �an Akabir atau riwayat yang dilakukan oleh anak dari orang tuanya
atau tabi�in dari sahabat, jenis ini banyak didapat.
Hadits Musalsal  hadits yang para perawinya sepakat terhadap
kondisi qauli atau fi�li , seperti lafazh haddatsani dan anba�ani dan
seterusnya.
Hadits Muttafaq dan Muftaraq  hadits yang semua nama perawinya
telah disepakati secara lafazh dan tulisan, tetapi madlul atau pengertiannya
berbeda beda.
Hadits Mu�talaf dan Mukhtalaf  hadits yang sebagian nama perawinya
disepakati secara tulisan, tetapi secara ucapan berbeda, seperti lafazh Zabir
dan Zubair.
Hadits Mutasyabih  hadits yang nama sebagian perawinya disepakati,
tetapi nama orang tua mereka masih diperselisihkan, seperti Sa�ad ibnu Mu�adz
dan Sa�ad ibnu Ubadah.
Hadits Muhmal  hadits yang diriwayatkan dari dua orang perawi yang
bersesuaian dalam nama hingga tidak dapat dibedakan. Apabila keduanya merupakan
dua orang tsiqah (terpercaya), maka tidak ada bahayanya, seperti nama Sufyan,
tetapi apakah Sufyan Ats-Tsauri ataukah Sufyan ibnu Uyainah. Jika keduanya
bukan orang orang tsiqah maka berbahaya.
Hadits Sabiq dan Lahiq  suatu hadits yang didalamnya tergabung
suatu riwayat yang dilakukan oleh dua orang perawi dari gurunya masing masing,
tetapi salah seorang diantara keduanya telah wafat lebih dahulu jauh sebelum
yang lainnya, sedangkan jarak antara matinya orang pertama dengan orang kedua
cukup lama.
Ungkapan penyampaian hadits yang terkuat ialah memakai kalimat sami�tu (aku
telah mendengar) dan haddatsani (telah menceritakan sebuah hadits kepadaku).
Setelah itu memakai lafazh qara�tu �alaihi (aku belajar darinya), kemudian
memakai lafazh quri-a �alaihi (diajarkan kepadanya), sedangkan aku
mendengarkannya, kemudian memakai lafazh anba-ani (dia telah memberatkan
kepadaku), kemudian memakai lafazh nawalani ijazatan (dia telah memberikan
hadits ini kepadaku secara ijazah), kemudian memakai lafazh kutiba ilayya
(dikirimkan kepadaku melalui tulisan atau surat), kemudian memakai lafazh
wajadtu bikhaththihi (aku menemukan pada tulisannya),
Adapun hadits mu�an�an seperti �an fulaanin (dari si fulan), maka hadits ini
dikategorikan kedalam hadits yang diterima melalui mendengarkannya dari orang
yang sezaman, tetapi tidak mudallas.

Penutup

Adil riwayat  seorang muslim yang akil baliq, menjauhi dosa dosa
besar dan memelihara diri dari dosa dosa kecil pada sebagian besar waktunya,
tetapi tidak disyaratkan laki laki dan merdeka. Oleh karena itu, riwayat yang
dilakukan oleh wanita dan budak belian dapat diterima. Riwayat yang dilakukan
oleh ahli bid�ah jika dia orang yang adil lagi tidak menyerukan orang lain
kepada bid�ahnya dan bid�ahnya tidak sampai kepada tingkatan kekufuran (bid�ah
munkarah) diterima pula.




Empat peringkat urutan adil

1. Si Fulan orang yang sangat terpercaya, dapat dijadikan sebagai rujukan,
sangat handal untuk dijadikan hujjah, dapat
dijadikan rujukan dan hujjah, hafalannya dapat dijadikan hujjah.
2. Si Fulan orang yang terpercaya, atau dapat dijadikan hujjah, atau orang yang
hafizh, atau orang yang dapat
menjadi rujukan, atau orang yang dhabith, atau orang yang mutqin
(mendalami).
Kebaikan kedua peringkat diatas ialah bahwa hadits mereka dapat ditulis
untuk dijadikan hujjah, pelajaran dan
saksi (bukti) karena lafazhnya menunjukan pengertian yang mengandung makna
adil dan dhabith.
3. Si Fulan orang yang jujur, atau orang yang terpilih, atau orang yang dapat
dipercaya, atau boleh diambil haditsnya,
atau tidak ada celanya. Orang yang menduduki peringkat ini haditsnya boleh
ditulis, tetapi masih harus di
pertimbangkan karena lafazhnya tidak memberikan pengertian dhabith.
Sekalipun demikian, hadits mereka dapat
dianggap setelah mendapat persetujuan dari orng orang yang dhabith.
4. Si Fulan menjadi sumber mereka dalam mengambil riwayat, atau haditsnya
pantas dinilai jujur, atau si Fulan
mendekati kejujuran, guru yang bersifat adil, haditsnya saleh, atau jayyid,
atau baik, atau cukup baik, aku berharap
semoga dia tidak ada celanya, dia orang jujur Insya Alloh. Orang orang yang
menduduki peringkat ini haditsnya
boleh ditulis, tetapi hanya sebagai penjelasan.

Lima peringkat urutan tajrih (cela)
1. Si Fulan berdusta, hal ini merupakan tajrih (celaan) yang paling buruk,
misalnya dengan kata kata dia pendusta,
tukang membuat buat hadits, tukang membual lagi pendusta.
2. Si Fulan orang yang rendah, atau orang yang binasa, orang yang ngaco,
omongannya perlu dipertimbangkan,
tertuduh sebagai orang dusta, atau membuat buat hadits. Dia orang yang
ditinggalkan haditsnya, tidak dianggap
tidak dianggap haditsnya, tidak dipercaya, tidak dapat dipegang, atau
mereka tidak memberikan komentar
mengenainya.
3. S Fulan ditolak haditsnya, dia tertolak, mereka menolak haditsnya, lemah
haditsnya, lemparkan haditsnya, hadits
nya dilemparkan, mereka melemparkan haditsnya, lemah sekali, tidak ada apa
apanya, tidak dianggap sesuatu,
atau tidak ada harganya sama sekali.
Hadits orang yang menduduki ketiga peringkat ini tidak dianggap, baik untuk
hujjah maupun untuk pelajaran.
4. Si Fulan munkar haditsnya, lemah haditsnya, kacau haditsnya, atau lemah
sekali dan mereka menganggapnya
dha�if serta tidak dapat dijadikan hujjah.
5. Si Fulan masih ada lemahnya, atau masih ada celanya atau lemahnya, buruk
hafalannya, lemah haditsnya, dekat
kepada lemah, mereka membicarakan tentangnya, bukan orang yang dapat
menguasai, bukan orang yang kuat,
bukan orang yang dapat dijadikan hujjah, bukan orang yang dapat dipegang,
atau bukan orang yang memuaskan
karena mereka telah mencelanya dan mereka berselisih pendapat mengenai
dirinya. Si Fulan dikenal tetapi
di ingkari.
Hadits orang yang menduduki peringkat keempat dan kelima ini dapat
diketengahkan sebagai pelajaran dan saksi.
(bukti).


(Maraji�: Terjemahan Bulughul Maram oleh Bachrun Abu Bakar,
terbitan Trigenda Karya)



Wassalaamualaikum

SAYA TIDAK PUNYA MUSUH MANUSIA

Bismillahirrohmanirrohim

Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu", Qs:36:60

Saudaraku pembela dan pencinta umat manusia tanpa terkecuali, kita harus tahu dan mengenal sejatinya musuh manusia yakni syaitan. Syaitan telah lama hidup di bumi bahkan dia dahulu menjadi hamba yang taat kepada Allah, sehingga dia menduduki syurga, tetapi dengan kesombongannya maka dia dikeluarkan dari padanya. Sebagaimana Allah jelaskan dalam salah satu firmannya artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah1 kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir”.
1. Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.
Kesombongan syaitan itulah yang menjadikan dia keluar dari syurga, sebab ia enggan sujud kepada Adam ketika Allah memerintahkannya, dia menganggap bahwa dirinya lebih mulia dari pada Adam, sebab dia diciptakan dari Api dan Adam dari tanah liat, maka yang seharusnya bersujud kepada saya itu adalah Adam “kata syaitan”. Hal ini terdapat dalam Qs:55:14-15 artinya: “Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar, dan Dia menciptakan jin dari nyala api.
Syaitan sudah 40 ribu tahun meladeni, menyantuni dan menyembah Allah, dia (syaitan) berawal dari makhluk yang taat kepada Allah, tetapi dengan kesombongannya, kemudian Allah memasukkannya kedalam neraka, tetapi syaitan minta kepada Allah untuk hidup sampai hari kiamat. Dari cerita singkat ini saya yakin bahwa kaum muslim telah banyak tahu tentang cerita syaitan menjadi makhluk yang sombong , sebab ini telah diuraikan dalam Al-Qur'anul Karim.
Yang perlu kita waspadai saat ini adalah janji dan sumpah syaitan kepada Allah ialah: bahwa dia (syaitan) akan bergerilya, bekerja keras dengan cara apapun untuk menjerumuskan anak cucu Adam kedalam jurang kenistaan (Neraka).
Syaitan mendatangi, membisik dari depan, belakang, kanan, kiri dengan halus , sehingga manusia tidak sadar bahwa semua pola pikir kehidupannya diatur oleh syaitan, dan manusia sendiri tidak menyadari bahwa mereka telah memandang baik perbuatan yang buruk dan sebaliknya hal yang bueruk meereka anggap baik, salah satu contoh untuk bisa memudahkan kita memahami adalah ketika kita melihat dimedia televisi maupun cetak terutama kaum muslimin, dengan ego yang besar dan hawa nafsu yang menyetirnya mereka sehingga mereka lupa bahwa manusia yang ada di bumi adalah saudara kita. Mereka saling bentrok bahkan ada yang terbunuh!, apakah hal ini mencerminkan mereka sebagai seorang islam, padahal islam itu adalah aturan hidup, jika kita sudah mengaku islam sudahkah saat ini kita mau diatur oleh islam, jika belum berarti kita belum islam. Bahkan dalam suhuf Nabi Musa as. Allah heran kepada manusia yang dijelaskan dalam kitab Iklil dari Bangil Jatim.
Allah heran kepada manusia antara lain sebagai berikut:
1. Katanya manusia percaya mati, tetapi kenapa kok masih senang-senang dan canda tawa. Padahal mati itu benar adanya dan akan datang kepada diri kita, tetapi kenapa kita kok senang-senang, apa yang menyebabkan kita lupa mengingat mati?
2. Katanya percaya neraka, mengapa masih senang-senang, padahal yang diancam neraka itu manusia bukan hewan, kenapa dalam pikiran kita sedikit berfikir bagaimana nanti nasib kita jika seandainya kita masuk kedalam neraka. Apa yang menyebabkan kita lupa kepada neraka?.
3. Katanya percaya timbangan amal di akhirat, kenapa saat di dunia sekarang ini kita tidak berlomba-lomba mencari kebaikan, malah berlomba-lomba menumpuk-numpuk harta. Apa yang menyebabkan kita lupa kepada akhirat?.
4. Katanya percaya kepada Qodho'nya Allah!, benar-salah itu dari Allah , tetapi kenapa ketika ada orang salah atau berdosa malah dibenci, dimusuhi dan diolok-olok. Apakah hal ini benar?
Seruan ini semoga menjadi peringatan bagi kita yang selama ini menjadikan manusia sebagai musuh, tetapi semoga dengan apa yang saya tulis ini ada manfaatnya dan harapan kedepan kita bisa intropeksi dan kontrol diri, setiap gerak-gerik kita perlu kita tanyakan jangan sampai kita tidak tahu bahwa hidup kita dijajah dan dikuasai oleh syaitan.
Perlu kita katakan kepada diri sendiri mulai saat ini yatakanlah bahwa SAYA TIDAK PUNYA MUSUH MANUSIA , musuh saya syaitan!.
Allah SWT telah banyak berfirman didalam Al-Qur'an tetapi kebanyakan manusia hanya pandai membacanya saja, tidak memahami kandungannya, sehingga sebelum dan sesudah menbaca tidak ada bekasnya didalam hatinya. Hal ini hendaknya kita akui, bahwa kita hanya pandai membaca tetapi pengamalannya nonsen. Sebab dari kalangan orang intelektual sampai awam tidak ada bedanya, saya katakan demikian apabila mereka memandang manusia sebagai musuh. Tetapi hal ini benar-benar fakta dan surve yang membuktikannya. Tidak dapat dipungkiri lagi.
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”. Qs:35:6
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",Qs:36:60
kedua ayat diatas telah menjelaskan kepada kita bahwa musuh kita adalah syaitan , berarti selain syaitan semua saudara kita, sebab yang menjerumuskan manusia dalam beribadah kepada Tuhannya adalah syaitan.
Ya Allah jauhkanlah Aku dari siksa kubur
Ya Allah jauhkanlah Aku dari siksa api neraka
Ya Allah jauhkanlah Aku dari fitnah hidup dan mati
Ya Allah jauhkanlah Aku dari fitnah raja dajjal
Ya Allah engkau yang membolak-balikan hatiku, maka bolak-balikkanlah hatiku terhadap kebenaran agama-Mu yakni agama Islam.


Penulis : Muhammad Sanhaji
Sabtu, 7 juni 2008,21:23 WIB
SURABAYA


Kondisi Umat

Kebiasaan manusia yang buruk sering kali dijadikan pedoman dan panutan bagi orang awam, semua membuktikan bahwa manusia saat ini benar-benar jauh dari apa yang diharapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Kebiasaan buruk yang saat ini menimpa umat islam sangat menjadi pemikiran bagi kita yang beriman, tentu hal ini sangat sulit kita lakukan, tetapi tentunya kita harus berupaya sekuat tenaga untuk mengajak mereka kejalan yang lurus, sebab semua ini hanya siasat dan janji syaitan untuk menyesatkan semua anak cucu Adam as. Sekaligus sebagai teman penghuni dan bahan bakar api neraka.
Allah SWT. Mengingatkan kepada kita melalui firmannya dalam Qs:16:63 yang artinya:
“Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih”.
Ayat diatas menegaskan kepada kita, apabila akhlak kita tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadits maka kita termasuk didalam katagori ayat ini. Adapun yang saat ini kita lakukan tidak berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits semua itu dari nafsu. Kenapa saya harus katakan demikian!, bahwa manusia saat ini mengikuti hawa nafsu bahkan mempertuhankannya. Ini menjadi fakta yang nyata dihadapan kita semua , bahkan kita setiap hari melihat dan mengikuti gerak-gerik akhlak mereka. Contoh kongritnya adalah TV. Ini adalah salah satu kebanggan manusia sebagai hiburan dikala sedang santai dirumah, kantor, pertokoan dsb. Jika kita perhatikan dan kita lihat, bahwa semua tayangan/ acara TV bisa kita katakan 100% maksiat. Kenapa? Apa sebabnya dikatakan maksiat?.
Perlu saya jelaskan secara detail kepada para pembaca, mari mencoba kita berfikir secara jernih dan lembut, bahwa semua yang saat ini dilihat dan bahkan mereka yang menghabiskan waktu untuk melihat tanyangan TV, itu sudah terkena ayat diatas, syaitan memandang baik perbuatan buruk.tidak bisa dipungkiri bahwa itu adalah hal yang benar-benar berdampak Negatif terhadap masa depan generasi bangsa ini, jika generasi kita diajari melihat TV dan menghabiskan waktunya untuk melihat tayangan televisi, maka akan jadi apa generasi bangsa ini. Padahal Allah sudah jelaskan dalam salah satu firmannya Qs:3:110 artinya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
Ini adalah kelebihan umat islam, bahwa Allah katakan kepada manusia bahwa kamu adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan untuk manusia menyuruh yang ma'ruf dan mencegah yang munkar. Dari sini bisa kita pahami, bahwa Allah meninggikan derajat kita sebagai manusia yang mulia, tetapi kemuliaan itu dapat diperoleh manusia, jika manusia sendiri dapat melakukan semua apa yang Allah perintahkan dan menjahui apa yang Allah larang.
Tetapi mari berfikir sejenak dan merenung akankah kita nanti menjadi manusia yang mulia dan berderajat tinggi dihadapan Allah?, sebab cita-cita manusia di dunia inginnya masuk surga, tetapi Allah perintah untuk tidak mendustakan ayat-ayat-Nya mereka enggan melaksanakannya, apakah hal ini wajar disandang oleh orang yang mengaku beriman dan berilmu?, tentu kita katakan tidak wajar, tetapi kenapa kita senang dengan kehidupan dunia ini?, padahal Allah jelaskan dalam Qs:3:185 artinya:
”Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.
Semua manusia yang bernyawa akan merasakan mati, dan ironisnya jika kita akan mati kenapa kita senang dengan kehidupan dunia, padahal dunia dalam ayat diatas dikatakan memperdayakan, berarti semua yang saat ini kita usahakan dan kita megah-megahkan itu hanyalah senda gurau dan memperdayakan. Subbhanallah. Benar-benar manusia telah sesat dari jalan Allah.
Wahai saudaraku!, mari bersama-sama berpegang dan bersatu agar kita tidak dikalahkan oleh musuh ghoib yang bersarang didalam hati yakni syaitan.
Wahai saudaraku!, mari kita bersatu untuk kembali dan mencari ridho Allah.
Wahai saudaraku!, buanglah sifat egomu dan dekatlah kepada Allah untuk meminta petunjuknya.
Wahai saudaraku!, Syaitan sangat cerdik berbagai cara yang mereka lakukan untuk menjerumuskan umat manusia.
Wahai saudaraku!, seruan yang terakhir mari rukun...rukun...rukun...sebab dengan kerukunan itulah syaitan akan takluk kepada manusia.
Ya Allah jadikanlah aku cinta kepada-Mu dan cinta kepada orang yang cinta kepada-Mu, dan amal apa agar aku bisa cinta kepada-Mu, dan jadikanlah cintaku kepada-Mu melebihi cintaku kepada diriku, keluarga dan air yang dingin.
Penulis: Muhammad San Haji
Sabtu, 7 juni 2008. 16:08 WIB
SURABAYA

Manusia Me njadikan Hawa Nafsu Sebagai Tuhannya

(Tahukah kamu orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhannya)

Allah berfirman dalam Qs:2:30 artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
kehawatiran malaikat mengenai terciptanya manusia di bumi raya ini, menjadi fakta. Dimana manusia hanya menumpahkan darah, perampokan, pemerkosaan, penganiayaan dsb. Melihat kini zaman yang mana semuanya sudah terbalik yang salah dikatan benar, yang benar dikatan salah, yang buruk dikartakan baik, yang baik dikatakan buruk dan seterusnya. Begitu pula halnya dirham/rupiah telah dijadikan agama/aturan bagi semua umat. Kalau kita lihat riilnya memang demikian adanya. Yang dijadikan aturan bukan lagi agama melainkan uang (hawa nafsu). Bukti manusia menjadikan agama sebagai dirham (hawa nafsu): hanya karena uang dia rela memutuskan tali persaudaraan, karena begitu cintanya kepada uang sehingga saudaranya meminjam uang tidak boleh, demi uang ia rela membunuh, merampok, menodong, Asbabun Nuzul Qs:62:11 artinya: “Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baik Pemberi rezki. Dalam satu riwayat dikemukakan bahwa ketika Rasulullah Saw. Berkhutbah pada hari jum'at, datanglah khalifah yang membawa dagangan dari Syam. Orang-orang yang sedang mendengarkan khutbah keluar menjemput rombongan khalifah tersebut, sehingga hanya tinggal dua belas orang saja yang duduk mendengarkannya. Diriwayatkan oleh Syaikhani yang bersumber dari Jabir.
Dalam riwayat lain dikemukakan apabila ada gadis-gadis yang menikah, berlangsunglah keramaian dengan seruling dan alat musik lainnya, sehingga orang-orang pergi melihat keramaian itu dan meninggalkan Rasulullah Saw. Berdiri sedang berkhutbah diatas mimbar. Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Jabir. (dikutip dari asbabun Nuzul karangan K.H.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, Drs. M. Dahlan). Terbitan Diponegoro Bandung.
Diriwayatkan dari Amru bin 'Auf ra. Seorang kepercayaan bani amir bin Luai yang ikut perang badar bersama-sama Rasulullah Saw. Menceritakan bahwa Rasulullah mengutus Abu 'Ubaidah bin Jarrah ke Bahrain untuk memungut pajak. Rasulullah telah mengadakan perjanjian damai dengan penduduk Bahrain dan mengangkat Al'ala bin Al Hadhrami sebagai kepala anshar mendengar kedatangan Abu 'Ubaidah tersebut.lalu mereka ramai-ramai mendatangi shalat shubuh bersama-sama Rasulullah Saw. setelah selesai shalat Beliau berpaling kebelakang lau mereka berdatangan ke hadapan Beliau. Rasulullah tersenyum melihat mereka, kemudian beliau bersabda: “aku menduga tentu kamu sekalian telah mendengar bahwa Abu 'Ubaidah telah datang dari Bahrain membawa sesuatu.” jawab mereka benar, ya Rasulullah. “sabda Beliau” bergembiralah dan renungkanlah apa sesungguhnya yang menggembirakan kamu. Demi Allah!!! Aku tidak menghawatirkan kemelaratan menimpa kamu, tetapi yang Aku khawatirkan adalah bila kemewahan dunia menimpamu sebagaimana orang-orang yang sebelum kamu ditimpa kemewahan dunia. Lalu kamu berlomba-lomba dengan kemewahan dan kamu bisa seperti mereka. Terjemah Shahih Muslim no 2492.
ketika ada perintah dari Allah untuk banyak sedekah sebelum mati mereka tidak menghiraukan. Qs:63:10 artinya: Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian-ku) sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?".
Dan ketika ada perintah Allah untuk berlomba-lomba memohon ampun, mereka malah berlomba-lomba munumpuk harta.Qs:3:133 artinya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. Dan Qs:57:21 artinya: Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
Semua ini adalah contoh manusia yang menjadikan agamanya menjadi uang (hawa nafsu), karena cintanya kepada uang sehingga apabila dia mendengarkan orang yang sedang membicarakan persoalan agama maka kesallah hatinya dan sebaliknya bila orang banyak yang berbicara mengenai harta (kekayaan) bergembira rialah hatinya. Hal ini terdapat dalam Qs:39:45 artinya: Dan apabila hanya nama Allah saja disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.
Akibat yang demikian, manusia belum bertemu Allah. Dikarenakan manusia masih menggunakan agamanya sebagai dirham/rupiah, bukan agama Allah/aturan, Sebenarnya Allah SWT. Menciptakan manusia di bumi ini melainkan untuk meladeni, menyantuni dan menyembah Allah semata. Dan harta/rupiah meladeni manusia sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah, tetapi fakta menyatakan sebaliknya, mengesampingkan agama (Allah) dan meladeni harta.
Dari keterangan diatas dapat kita tarik kesimpulannya. Uang adalah raja segala-galanya, dengan uang kita dapat berbuat apa saja yang kita inginkan. Untuk menghilangkan pandangan manusia yang salah kaprah ini, hendaknya perlu adanya intropeksi diri dan banting setir menggalihkan pandangan hidup. Saat ini di dunia kita dijadikan budak oleh uang kemudian dikehidupan akhirat kita dijadikan bahan bakarnya api nereka!!. Na'udzubillah tsumma na'udzubillah mindzalik.
Mari kita rubah pandangan yang salah ini selagi nyawa kita dikandung badan, selagi pintu taubat masih terbuka, jangan sampai nanti kita tahu dosa, salah, sesat di akhirat, semua itu tidak ada arti bagi manusia, kesempatan yang sedikit ini mari kita buat untuk berlomba-lomba mencari kebaikan dan berlomba-lomba memohon ampunan kepada Allah Tuhan semesta alam.

Ada beberapa tips untuk menggalihkan pandangan hidup yang diridhoi Allah SWT.
1. Menyadari segala kesalahan
2. Banyak-banyak berdo'a dimanapun berada , utamanya dimalam hari melaksanakan shalat tahajjud
3. Boleh kita butuh uang (rupiah) tetapi jangan cinta uang
4. hilangkan rasa kepemilikan pribadi. Mari kita sadar!, kita hidup hanya meladeni, menyantuni dan menyembah Allah semata.
5. Jangan terpengaruh orang kafir. Qs:3:196-197.

Penulis : Muhammad Sanhaji
Sabtu, 7 juni 2008, 19:57 WIB
Surabaya










AWAL DAKWAHKU DI LAPAS ANAK BLITAR

Pada ketempatan hari Anak Nasional 23 Juli 2005, sebuah lembaga perlindungan anak (LPA) jatim, mengadakan pertemuan dengan LSM (lembaga swadaya masyarakat), untuk berkunjung ke Lapas Anak di Blitar. Pagi yang cerah saya (Sanhaji) dan Siswadi sebagai pendamping saya berangkat naik taxsi menuju LPA Jatim. Sampai di LPA kita berdua masuk kedalam Bis yang telah disediakan oleh pihak panitia setempat, sebelum kita bersama para rombongan LPA, Dinsos dan LSM berangkat kita berdo’a dan makan pagi di dalam bis milik Pemerintahan Kota Surabaya. Sekitar pukul 08.30 WIB kita bersama berangkat dari LPA Jatim dan sampai ke Hotel sekitar pukul 16.00 WIB.
Sore yang cerah bersama anak-anak binaan Yayasan maupun LSM kita bernyanyi-nyanyi dan makan sore, setelah itu Saya dan Siswadi Melaksanakan shalat ashar berjama’ah. Kemudian untuk hari keesokannya para anak dampingan yayasan dan LSM diminta untuk memberikan suatu kreasi dan menuangkan segala kemampuannya untuk di perlihatkan kepada para tahanan di Lapas Anak tersebut. Ketepan Saya dapat amanah dari pendamping Saya yakni Siswadi untuk bisa menyampaikan dalam hal agama, ketika itu saya sempat bingung apa yang hendak saya sampaikan pada besok pagi”, kebingungan ini akhirnya dapat Saya atasi ketika Siswadi memberikan jalan keluar untuk membaca sedikit dan memahami Apa arti dan Tujuan Hidup Manusia yang di Tulis Oleh Bapak Guru M.A Muchtar. Brosur itupun Saya pelajari pada malam hari bahkan saya hamper hafal isi dalam brosur tersebut. Dengan hati yang gemetar Saya merasa kebingungan apakah Saya bisa menyampaikan hal ini di depan Para Pejabat dan Tokoh Masyarakat. Hal itupun terus menghantui Saya sehingga berlarut-larut Saya terfikir olehnya.
Keesokan harinya saya bersiap untuk berangkat mengunjungi Lapas Anak yang kurang lebih jaraknya antara penginapan ialah 2-3 km. Setelah sampai disana saya melihat kondisi dan berkeliling melihat penghuni dan keadaan di Lapas tersebut. Lembaga Instansi Pemerintah dan LSM berkeliling melihat keadaan anak-anak yang dan kegiatan apa yang selama ini mereka lakukan dalam sehari-harinya. Lapas Anak Blitar di samping sebagai Penjara untuk anak-anak, disitu juga anak-anak bisa mengembangkan potesi dan kemampuan yang mereka meliki. Ada beberapa kegiatan yang mereka lakukan dalam sehari-hari, kegiatan itu berfungsi agar mereka tidak jenuh dan bosan di dalam penjara. Ketika saya disana saya mendapati anak-anak penuh semangat dalam belajar mengembangkan kemampuan yang mereka miliki, diantara kegiatan itu banyak lagi yang saya dapati, seperti: Band, Tenis, Volly dsb. Ketika saya mencoba bermain bersama mereka, sungguh luar biasa mereka memiliki kemapuan dan semangat yang kuat untuk mengalahkan musuh. Memang ketika acara menjelang mulai saya sempat bermain Tenis, tetapi sayangnya saya kalah oleh mereka, kehidupan yang menjadikan mereka untuk semangat berprestasi sangat luar biasa, belum tentu ketika mereka di dunia luar bisa melakukan hal tersebut. Oh ya” , disana itukan Lapas Anak”, ketika saya ngobrol dengan salah satu dari mereka mengenai masalah apa yang menjadikan mereka sampai masuk ketempat ini, terus berapa tahun kamu di penjara disini?” Apa yang kamu rasakan ketika malam disini?” ketika kamu masuk kesini dulu umur berapa, sekarang kok dah besar?”, asalnya mana?”, selama disini kamu dah pernah ada yang menjenguk?”. Jawabnya”, masalah saya adalah pasal 338 yaitu pembunuhan dan saya mendapat hukuman lima tahun penjara, kemudian yang saya rasakan disini adalah “saya terima semua ini dengan ikhlas dan saya merusaha mendekatkan diri kepada Sang Pencipta untuk memohon ampunan-Nya, “saya berusia delapan belas tahun dan sekarang usia saya dua puluh tiga tahun insya Allah satu tahun lagi saya dah keluar waktu masih tahun 2005, “saya berasal dari Surabaya, ya” terkadang tiga bulan sekali menjenguk kesini soalnya tempatnya jauh”.
Kesedihan yang mereka alami menjadikan pengingat dan bahan renungan bagi kita, disaat itulah bagiamana kita bisa menggembirakan hati mereka dan memberikan suatu bingkisan yang akan menjadikan kenangan kepada mereka, tidak banyak yang dapat diberikan kepadamereka dari rombongan, tetapi dengan sedikit apa yang kita berikan kepada mereka semoga hati mereka senang dan mereka selalu tetap sabar dalam menghadapi cobaan dari Allah, dan saya yakin setiap musibah itu insya Allah, Allah akan memberikan suatu hikmah yang besar yang terkangdung di dalam cobaan tersebut. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam Qs.Al-Baqarah 286.

“Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya”.
Ayat itulah yang Allah katakan kepada manusia, bahwa Allah tidak bakal memberi ujian di atas kadar kemapuan kita, selagi kita masih hidup di dunia ini ujian Allah akan selalu kita terima setiap saat. Hal inipun juga Allah jelaskan dalam salah satu surat Al-Mulk 2.

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.
Kedua ayat itulah yang hendak kita buat pedoman bahwa Allah menciptakan kita di dunia itu dalam rangka ujian, dari berbagai ujian tersebut diantaranya ada yang lulus dan mendapat kemulian dan kebahagian di Sorga dan bagi mereka yang tidak lulus dalam materi ujian tersebut, mereka untuk sementara tertinggal.

Sekitar Pukul 08.30 WIB acara dimulai dan sayapun mempersiapkan diri untuk maju kedepan memberikan suatu semangat dan nasehat bagi saudara-saudara saya yang disana, ketia acara demi acara terlewati kemudian sang moderator atau presenter memanggil salah satu kelompok anak binaan Yayasan SPMAA (Sumber Pendidikan Mental Agama Allah) dan WALSAMA (Wahana Amal Sesama Makhluk Allah) yang akan menampilkan kemampuannya diatas panggung ini dengan Nasid yang berjudul Tombok Ati (Obat Hati) dan sepatah dua kata Muntiara Nesehat yang berjudul “Tujuan Hidup”. Siswadi aebagai pendamping saya dia mengumandangkan nasid tersebut dangan merdu dan disambung memberikan kata mutiara yang saya sampaikan. Diantara seruan yang saya sampaikan ada 3 indikator yang melatar belakangi sebagai dasar pemikiran hidup dan kesejahteraan Umat Manusia.

“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah”.

“Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah, “Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). “Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. Kemudian, sesudah itu, Sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati.

Ayat kedua ini yang menjadi pertanyaan bagi saya kepada para undangan dan penghuni Lapas, Bahwa kita manusia itu DARI MANA? Tidakkah merekah memperhatikan bahwa Allah menciptakan dari air mani yang hina, kemudian dalam proses seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Mukminun tersebut, kemudian Allah mengeluarkan daripadanya dalam kurun waktu sembilan bulan seorang bayi yang cukup sempurna. Apakah kamu tidak memperhatikan kejadian itu wahai manusia?”, kemudian kamu tidak sadar menjadi pembantah yang nyata terhadap perintah-Nya.

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”.